Jumat, 05 September 2014

Cerpen Anak (Rilis di Majalah Ummi Edisi Ramadhan 2014)

     
        Wah udah lama rasanya ga ngeblog. Emang saya paling males ngeblog, hehe... Tapi tak apalah :P, Demi uniku yang tercintah (cc ; Uni Novia Erwida). Tak posting janjiku  publish cernak buatanku yang rilis di Ummi kemarin. Tapi kalau boleh jujur ini karya pertama ane yang posting di majalah lho. Sebelumnya belum pernah. Ciyusss dah :D. Walaupun buku antologi dan kumcer udah berceceran, tapi rasanya tembus ke  majalah/atau koran itu, rasanya nyeeeesssss buanget...haha :P
        Kalo ngomongin proses kreatif sampai nih cerpen tembus ke majalah Ummi wah panjang amir. Dari sejak november 2013, trus tak kirim lagi dengan perbaikan februari 2014. Dan akhirnya beneran keluar pas mau bulan juli. Mungkin itu yang disebut di dalam ayat cinta-Nya, "innallaha ma'ashobirin". :D. Jadi fighting buat siapapun yang lagi ngirim dan berjuang menulis hingga saat ini (termasuk saya sendiri, hehe...).
        Jadi, have enjoy it. ^^




Lolongan Tobi
                                                              Penulis : Wawat Smart

            H-1 ramadhan, Tobi dan Fiyan tampak uring-uringan. Wajah kakak beradik ini benar-benar kusut. Bibir bawah mereka pun tampak menjulur ke depan. Dan kini sembari menunggu masakan Ibu matang, dipautkan dagu sang adik, Fiyan, pada meja makan. “Besok beneran harus puasa ya, Kak? Huhu...,” ucap Fiyan sembari terus meratap.
Tobi pun ikut mengoceh, "Perut. O, perut...,” Tobi memegang perutnya yang memang agak buncit, “gimana kabar kita besok? Bisa-bisa kita mati kalau seharian gak makan. Huhu."
Saat itu, Ibu yang melihat tingkah anaknya di dapur hanya bisa menghela nafas. Menyuruh anaknya berpuasa di bulan ramadhan seharusnya bukanlah sebuah siksaan. Tapi nampaknya, lain Ibu lain sang anak.
Dan kini karena terlalu sibuk meratapi siksaan puasa esok, keduanya pun tertidur di meja makan. Benar-benar lelap.
***
Awan terlihat benar-benar mendung. Dan tanpa perlu menunggu, hujan pun mengguyur bumi dengan derasnya. Merambah hingga ke celah-celah loteng rumah kakak beradik ini. Hingga kemudian, sebuah tetesan yang datang dari atap yang bocor membangunkan Tobi.
Tobi pun terbangun dengan rasa lapar. Untung saja saat itu hidangan makan siang sudah disajikan Ibu di meja makan. Maka tanpa ragu, diambilnya sendok nasi. Tetapi belum sempat nasi itu disendok, tetesan  hujan yang kembali jatuh mengacaukan segalanya. Tesh ! Tesh!
Kabel rice cooker yang sudah sedikit terkelupas tiba-tiba korslet terkena tetesan hujan. Dan dalam hitungan detik ...
DRRRRRR ! DRRRR !
Tobi yang tak sengaja menyentuhnya saat menyendok nasi ikut tersetrum. Benar-benar hampir membuatnya tak sadarkan diri. Dan anehnya bukan hanya itu. Setruman itu tiba-tiba menyusutkan tubuhnya juga. Ya, hampir sebesar ukuran butiran nasi. Hingga akhirnya, tubuhnya yang mengecil terpental ke atas sendok nasi yang ia pegang tadi. Tobi kebingungan bukan main. Wajahnya pucat. Ia pun berteriak dengan keras. “Adeekk.... Adeeek...,” teriak Tobi sembari berharap adiknya akan bangun.
Ya, harapan Tobi terkabul. Fiyan terbangun dari tidurnya. Sayangnya karena lapar, suara itu ia abaikan. Apalagi Fiyan melihat makanan sudah tersaji di depan mata. Maka tanpa memperhatikan yang lain diambilnya sendok nasi yang terjatuh.
Tobi yang berada dalam sendok nasi yang dipegang Fiyan tak ingin kehilangan kesempatan. Ia kembali berteriak sekencang-kencangnya. “Fiyaaaaann... Fiyaaaan... ini kakaaaaak! Huhu... toloooong kakaaakkk...!”
Karena lapar, lagi-lagi suara itu kembali diabaikan Fiyan. Tobi yang telah mengecil pun akhirnya tercampur ke dalam piring. Dan...
HAP! Mulut Fiyan menganga. Memasukkan semua makanan yang ada di sendoknya. Ya, termasuk Tobi.
“Arrgggh…,” teriak Tobi histeris. Di dalam mulut, ia berlari menghindar dari kunyahan geraham. Tetapi belum sempat menghindar, derasnya air minum yang diteguk Fiyan mendorong tubuhnya. Tobi pun jatuh terjungkang. Terdorong ke dalam kerongkongan bersama derasnya sang air. Memasuki akhir terowongan kerongkongan, Tobi kembali tertegun. Tubuhnya kembali terlempar. Masuk ke dalam gua merah berlendir asam. Sebuah gua yang sepertinya menampung semua makanan yang dikunyah adiknya. Ia tersadar tempat ini adalah lambung. Ia teringat kata gurunya. Semua makanan akan dilumat di sini. Ya, termasuk dirinya. Wajah Tobi kembali pucat. Ia menelan ludahnya yang mulai sepah. Astaga! tentu ia tak mau musnah begini saja. Dengan penuh kecemasan, dipanjatnya dinding lambung itu. Tetapi sebuah suara dari dinding lambung tiba-tiba mengagetkannya.
“Hei...hei…makanan. Mau lari kemana kamu?”
            “A...aku bukan makanan.. A-k-u...," jawab Tobi penuh ketakutan.
"Ah, sudahlah aku tak peduli kamu itu apa. Jujur, kalau boleh milih, aku juga ogah melumatmu. Asal kamu tahu, kerjaanku itu ga berhenti seharian ini. Majikanku emang ga pernah ngertiin perasaanku. Mana pernah aku dikasih kesempatan untuk istirahat. Baru selesai melumat makanan, ia kembali menyuruhku untuk melumat lagi. Tega..tega..!"
Tobi menelan ludah mendengar curhat sang dinding lambung.
"Hiks-hiks. Iya, benar. Majikan kita memang kejam," sebuah suara dari dinding lambung lain ikut berbicara, "padahal besok itu puasa. Jangan-jangan majikan kita menolak puasa lagi kayak tahun lalu. Padahal kalau ia puasa, kita bisa istirahat, bisa tidur sejenak. Sudah setahun kita kerja ga berhenti-berhenti. Huhu…."
Tobi kembali menelan ludah. Ia tidak tahu jika puasa itu begitu penting bagi organ tubuh. Kali ini ia benar-benar merasa bersalah. Belum sempat mengucap maaf, tumpahan air dari atas lambung tiba-tiba menimpanya. Membuat tubuhnya terlempar ke dasar lambung.
BYURR !
“Tobiiiiiiiiiii… Fiyaaaannnn. Hayoo, jangan tidur mulu!” ucap Ibu sembari menciprat kedua anaknya dengan air. “Bangun…Bangunnn! Makanan udah matang, Nak.”
Fiyan nampaknya menikmati tidurnya. Ia terus mengelak untuk dibangunkan. Sedangkan Tobi terbangun mendengar suara Ibu. Dikucek matanya tanda tak percaya. Ia bingung dengan yang dialaminya barusan. Tetapi butiran nasi yang menempel di keningnya sepertinya berkata lain. Yah, apapun itu ia sudah berjanji dalam hati. Tak ada kata tidak untuk berpuasa di bulan ramadhan kali ini. 

3 komentar: