Kamis, 31 Oktober 2013

"Hijrah dalam Balutan Ukhuwah", ujarku.



Bermula dari sentilan para member BAW membuat saya kembali lagi blogging. Ah, semoga niat ini dikonsistenkan. Amin....
Hmm, kali ini saya ingin berkisah tentang kajian Ustad Salim Al-Fillah di auditorium STIS minggu kemarin. Temanya cukup unik, 'Indahnya berhijrah dalam dekapan ukhuwah'. Pesertanya pun lumayan banyak. Bukan cuma mahasiswa yang jadi pesertanya. Kami, anak STIS angkatan 50 atau 51 yang sudah didepak dari kampus karena udah lulus pun malah mengambil duduk terdepan. Hihi, terdepan dalam prestasi katanya. Ah, daripada kelamaan muqadimmah, mari kita lanjut ke isi materi. Check it out gan !

...


    Hijrah itu selalu berhubungan dengan niat dan ada perencanaan di dalamnya. Hijrah itu selalu berhubungan dengan pengorbanan. Ada sesuatu yang harus ditanggalkan untuk berhijrah. Ingatkah cerita ibrahim dan hajar? Ada yang harus ditanggalkan oleh Hajar ketika ia diuji sewaktu ditinggal oleh nabi Ibrahim.
          Ketika berhijrah kita harus bertawakal dan biarkan Allah memberi kejutan rizki dari hal yang tak terduga-duga. Dan terserah Allah menaruh rizki itu dimana. Contohnya kisah Hajar. Walaupun beliau bolak balik dari Safa dan Marwa untuk mencari air untuk bayi Ismail yang kehausan, tetapi ternyata rizki itu malah timbul dari kakinya Ismail. Mungkin kalau kita menjadi seorang Hajar kita pasti akan berkata sambil meringis, "Lho kok ndak dari tadi wae munculnya ya Allah...?".
           Dan Allah akan menunjukkan maghonimu sa'ah, yaitu bagaimana luas dan lapangnya rizki Allah. Jadi bagi teman-teman STIS yang penempatan di berbagai penjuru dunia. Jangan putus asa ya teman, rizki Allah ada dimana-mana :)
           Rizki itu bukan soal memiliki tetapi masalah menikmatinya. Dan hijrah itu berat, seberat kita meyakini keridhoaan Allah. Ingat kisah suhaib bin aruni? Sahabat nabi yang menjual semua hartanya di makkah hanya untuk mencari keridhoan Allah dan menemui rasulullah di madinah. Ketika hendak berhijrah, ia dicekal oleh para kaum Quraish.
"Hei, Suhaib. Kemana kau hendak pergi? Ingatkah kau dulu, kau datang ke kota ini dengan tidak membawa apa-apa. Dan kini kau menjadi kaya raya di kota ini. Lantas enak saja kau pergi berhijrah mengikuti Muhammad", ujar kaum Quraish (*redaksi obrollan q ya gan)
"Jika memang begitu. Saya tinggalkan seluruh harta saya dan jaminkanlah keamanan untuk saya berhijrah ke madinah".
Dan kemudian jadilah Suhaib pergi dari kota makkah tanpa membawa apa-apa. Bajunya compang-camping. Beberapa hari ia lalui tanpa membawa bekal menuju kota Madinah.
       Sesampainya di Madinah, cibiran pun kembali datang menyapanya. Para penduduk kota Madinah menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata,"Bangkrut kau Suhaib! Bangkrut sudah kau Suhaib!".
        Tetapi seketika itu pula rasul datang. Kemudian ia memeluk Suhaib yang masih kelelahan dengan perjalanan yang panjang. Pelukan nabi membuat rasa lelah dan sedih itu hilang. Rasul pun tersenyum dengan wajah yang berbinar dan berujar,"Sungguh untung kau Suhaib. Sungguh itu adalah jual beli yang menguntungkan". Ya, setiap orang tidak sadar. Sebenarnya seluruh harta yang Suhaib infakkan di jalanNya akan dilipatgandakan oleh Allah. Dan siapa yang merugi jika jual beli itu dilakukan dengan Allah, sang Maha Kaya dan Maha Pemurah. Dan sekali lagi, itulah ukhuwah. Karena ukhuwah membuat hijrah itu menjadi ringan.
Sahabat ini sangat hebat memang. Semua fasilitas ia tanggalkan untuk berhijrah. Dan pada kenyataannya memang kita sering gagal dalam berjuang karena terlena dengan fasilitas. Maka kenapa tidak berhijrah? Berat? Iya memang. Tapi kau tahu, hijrah itu akan menjadi ringan dengan dekapan ukhuwah itu walaupun tanpa fasilitas. Saya teringat dengan sebuah filsafat di cina yang berujar seperti ini 'Kalau mau pergi cepet pergilah sndiri. Kalau mau pergi jauh pergilah brsama-sama. Kalau mau mencapai tujuan, pilihlah pmimpin.'.
Lantas, bagaimana jika ukhuwah itu dlakukan tanpa diiringi cinta pada Allah? Waduh, kalau begini tentu akhirnya adalah penyesalan. Karena jika bukan karena Allah, 'fillah' tentu hanya gumpalan-gumpalan penyesalan yang timbul dalam dada.
Ada sebuah cerita tentang persahabatan Utbah dan Ubay. Dua orang yang selalu berazam untuk bersama. Dan karena dekatnya sampai-sampai mereka menikahi istri yang beradik kakak agar menjadi bisa menjalin ukhuwah yang lebih erat. Satu hari Utbah melewati Ka'bah. Dan tanpa disengaja ia pun mendengar surat thaha yg dibacakan rasul. Sungguh ia takjub mendengarnya. Bahkan sempat terbesit di hatinya untuk masuk islam. Tetapi disaat itu pula ia teringat dengan wajah Ubay. Ia ingin mengajak Ubay agar bisa bersama masuk islam. Tapi bagaimana jawaban Ubay mendengar ajakan temannya ini?
Ubay berkata dengan raut muka yang masam," Sunguh kau Utbah telah termakan sihir Muhammad. Aku haramkan wajahku kepadamu, Utbah". Utbah yang melihat jawaban Ubay merunduk. Ia tak mau teman yang begitu ia cintai menjauhinya. Dan akhirnya untuk membuktikan kecintaanya pada Ubay ia ambil tumpukan kotoran sapi. Lalu dengan tanpa rasa kasihan, ia taruh kotoran sapi itu dipunggung nabi. Astagfirullah....
Itulah ukhuwah. Sesuatu yang timbul karena cinta. Tapi cinta ini salah. Cinta yang tidak berujung pada 'fillah' hanya akan membawa penyesalan. Sungguh Allah benar-benar tidak menyukai ukhuwah yang seperti ini. Ada azab yang sepertinya menanti untuk ukhuwah yang seperti ini. Berhijrah dengan ukhuwah untuk mengharapkan ridho Allah, itulah yang seharusnya.